Perbedaan dalam UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 dengan UU Cipta Kerja No 6 Tahun 2023

Artikel Regulasi dan Kebijakan Komunikasi

Mahasiswi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu

Nabila Khairunnisa, D2E024021

SEMARAKPOST – KEPAHIANG | Artikel | Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja untuk menciptakan lapangan kerja di seluruh wilayah, memenuhi hak atas penghidupan yang layak, serta mendukung UMKM, investasi, dan perlindungan kesejahteraan pekerja melalui kemudahan berusaha dan percepatan proyek strategis nasional. Indonesia adalah negara hukum, seperti dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Konsep negara hukum akan terus berubah sesuai perkembangan masyarakat.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menggabungkan berbagai aturan yang berbeda menjadi satu payung hukum. Ini mencakup regulasi di bidang perpajakan, ketenagakerjaan, kehutanan, lingkungan, zonasi perairan, serta pemberdayaan usaha menengah kecil, dan lainnya. Pemerintah menerapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja untuk memperbaiki ekonomi nasional Indonesia yang terpuruk.

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ditolak oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dari berbagai klaster, seperti akademisi, buruh, mahasiswa, guru, dan ulama. Meskipun persepsi mereka berbeda-beda, semua klaster memiliki tujuan yang sama, yaitu menolak UU Cipta Kerja, terutama terkait perlindungan hak-hak pekerja. Perbincangan pro dan kontra tentang undang-undang cipta kerja telah ramai di Indonesia sejak diinisiasi hingga diimplementasikan, meskipun metode undang-undang ini asing bagi sistem hukum Eropa Kontinental yang dianut Indonesia.

Rancangan undang-undang ini mulai dibahas awal 2020 saat pandemi, menggunakan konsep omnibus law untuk menjadi panduan umum dan mempermudah manajemen hukum di Indonesia. Rancangan Undang-Undang ini bertujuan untuk mendorong investasi di Indonesia dengan fokus pada Ketenagakerjaan, sebagaimana diatur dalam Bab IV yang mencakup empat undang-undang: Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial, Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Undang-Undang Cipta Kerja memiliki 11 klaster, salah satunya mengatur ketenagakerjaan. Klaster ini mencakup tiga undang-undang yang digabungkan: Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pemerintah berupaya mengharmonisasikan 3 undang-undang ketenagakerjaan untuk memberikan kepastian bagi investor, sehingga regulasi yang telah disempurnakan tidak tumpang tindih dan mengurangi risiko kerugian.

Menurut Van Apeldoor, hak adalah “hukum yang berkaitan dengan manusia sebagai subyek hukum yang menciptakan kekuasaan, dan hak muncul saat hukum berfungsi.” Kehadiran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memicu gejolak sosial di Indonesia, terutama terkait perlindungan hak-hak pekerja. Banyak masyarakat menolak undang-undang ini karena dianggap tidak menguntungkan dan tidak berpihak pada perlindungan hak-hak kaum buruh dalam hubungan kontraktual dengan majikan. Hukum menurut Immanuel Kant adalah keseluruhan syarat berkehendak bebas dari orang untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, dengan mengikuti peraturan hukum tentang kemerdekaan.

Setelah banyak penolakan dari Undang-Undang Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 ini, kemudian pemerintah menghadirkan Undang-Undang Cipta Kerja No 6 Tahun 2023, berikut perbedaan Undang-Undang Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 dengan Cipta Kerja No 6 Tahun 2023. Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang yang sebenarnya saling terkait. UU No. 6 Tahun 2023 merupakan revisi dari UU No. 11 Tahun 2020 yang bertujuan untuk menyesuaikan dan memperbaiki beberapa pasal yang diputuskan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) Sedangkan UU No. 6 Tahun 2023 pada dasarnya merupakan penyesuaian dari UU No. 11 Tahun 2020 untuk memenuhi putusan MK. Namun, karena substansi dan kerangka besar regulasi tidak banyak berubah, perbedaan kedua undang-undang ini lebih terletak pada proses pembentukannya dan penyesuaian kecil terkait partisipasi publik serta aspek hukum formal. Hal ini membuat UU No. 6 Tahun 2023 tetap mendapat kritik dari berbagai pihak yang menginginkan revisi lebih mendasar terhadap isi dan dampak sosial ekonomi dari UU Cipta Kerja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *