Maulid Nabi Muhammad, Sejarah Hingga Tujuannya

Dilansir dari http://detik dakwah

SEMARAKPOST – KEPAHIANG | NASIONAL | Maulid Nabi Muhammad SAW adalah peringatan yang dirayakan umat Islam setiap 12 Rabiul Awal, bulan ketiga dalam kalender Hijriah. Peringatan ini merujuk pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang lahir di kota Makkah pada tahun gajah, tepatnya tahun 570 Masehi.

Maulid Nabi Muhammad SAW biasanya diisi dengan berbagai acara keagamaan, seperti pembacaan sholawat, ceramah, dan kegiatan sosial, yang bertujuan untuk mengenang kelahiran serta perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam.

Di Indonesia, maulid Nabi Muhammad SAW menjadi tradisi besar yang dirayakan dengan penuh kemeriahan di berbagai daerah. Selain mempererat tali persaudaraan antar umat, maulid Nabi Muhammad SAW juga menjadi sarana untuk meningkatkan keimanan dan kecintaan kepada Rasulullah SAW.

Pengertian Maulid Nabi Muhammad SAW

Menurut Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi dalam buku Polemik Perayaan Maulid Nabi, istilah maulid atau milad Nabi dalam bahasa Arab merujuk pada tempat dan waktu kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Secara istilah, buku Argumen Islam Ramah Budaya karya Sofyan A. P. Kau. menjelaskan bahwa maulid Nabi Muhammad SAW adalah bentuk ekspresi kecintaan umat Islam, terutama di Indonesia, terhadap Rasulullah SAW.

AM. Waskito dalam bukunya Pro Kontra Maulid Nabi juga menjelaskan bahwa perayaan ini awalnya disebut walada atau wiladah yang berarti kelahiran. Selanjutnya, istilah “maulud” muncul dan merujuk pada orang yang dilahirkan, sebelum akhirnya digunakan istilah “maulid,” yang berarti “hari atau tempat kelahiran.”

Orang yang Pertama Kali Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW

Menurut kitab terjemah Kitab Haulal Ihtifal Bidzikril Maulidin Nabawi Al-Syarif karangan As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani terjemahan Muhammad Taufiq Barakbah, orang pertama yang sebenarnya memperingati maulid Nabi Muhammad SAW diyakini adalah Nabi Muhammad SAW sendiri.

Hal ini dijelaskan melalui hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Di mana ketika Rasulullah SAW ditanya tentang alasan beliau berpuasa pada hari Senin,” Beliau menjawab, “Itu adalah hari ketika aku dilahirkan.” Kitab tersebut meyakini dalil ini sebagai bentuk peringatan Nabi Muhammad SAW pada hari kelahirannya.

Al-Hafizh Jalaluddin As-Suyuthi memperkuat pendapat mengenai peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dengan merujuk pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Anas. Beliau menyebut bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan aqiqah untuk dirinya sendiri setelah diutus sebagai Rasul, meskipun kakeknya, Abdul Muththalib, sudah melaksanakan aqiqah untuk beliau pada hari ketujuh kelahirannya.

Aqiqah yang dilakukan oleh Nabi SAW merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas keberadaannya sebagai rahmat bagi seluruh alam dan sebagai teladan bagi umatnya.

Al-Hafizh Jalaluddin As-Suyuthi memperkuat pendapat mengenai peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dengan merujuk pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Anas. Beliau menyebut bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan aqiqah untuk dirinya sendiri setelah diutus sebagai Rasul, meskipun kakeknya, Abdul Muththalib, sudah melaksanakan aqiqah untuk beliau pada hari ketujuh kelahirannya.

Aqiqah yang dilakukan oleh Nabi SAW merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas keberadaannya sebagai rahmat bagi seluruh alam dan sebagai teladan bagi umatnya.

Oleh karena itu, Al-Suyuthi menekankan pentingnya menampakkan rasa syukur atas kelahiran Rasulullah SAW dengan mengumpulkan saudara-saudara, memberikan makan kepada yang membutuhkan, dan menunjukkan kegembiraan atas kelahiran beliau.

Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW

Banyak pendapat yang menjelaskan sejarah ini. Salah satunya menurut penelitian Peringatan Maulid Nabi oleh Moch. Yunus dalam terbit di Jurnal Humanistika Volume 5 Nomor 2 Edisi Juni 2019, ada dua pendapat mengenai awal mula tradisi perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Pertama, maulid pertama kali diperingati oleh Khalifah Mu’iz li Dinillah dari Dinasti Fathimiyyah di Mesir pada 341 Hijriah.

Namun, perayaan ini sempat dilarang oleh Al-Afdhal bin Amir al-Juyusy, dan baru kembali dirayakan pada masa Amir li Ahkamillah pada tahun 524 Hijriah. Pendapat ini juga disampaikan oleh sejarawan Al-Sakhawi (wafat 902 H).

Pendapat kedua menyebutkan bahwa perayaan maulid Nabi dilakukan oleh Khalifah Mudhaffar Abu Said pada 630 Hijriah. Saat itu, ia menggelar acara maulid Nabi besar-besaran selama 7 hari 7 malam dengan tujuan untuk mempersatukan rakyatnya dalam menghadapi ancaman Jengiz Khan dari Mongol.

Dalam perayaan tersebut, disembelih ribuan hewan dan dihidangkan puluhan ribu makanan, serta acara ini melibatkan para orator untuk membangkitkan semangat heroisme muslimin.

Dalil Maulid Nabi Muhammad SAW

Berdasarkan tulisan ilmiah Perayaan Maulid Nabi dalam Pandangan KH. Hasyim Asy’ari oleh Ulin Niam Masruri yang terbit dalam Jurnal Studi Hadis Volume 4 Nomor 2 Edisi 2018, dijelaskan terdapat banyak dalil yang dapat digunakan sebagai dasar diperbolehkannya peringatan maulid Nabi Muhammad SAW.

Meskipun perayaan ini tidak dilakukan pada zaman Nabi, hal tersebut tidak serta-merta membuatnya tergolong sebagai bid’ah. Perlu dipahami bahwa peringatan maulid Nabi Muhammad SAW tidak berkaitan dengan ibadah ritual, melainkan termasuk dalam aspek muamalah (hubungan sosial).

Peringatan ini lebih merupakan bentuk ekspresi kecintaan dan penghormatan kepada Nabi, serta tidak melanggar ketentuan syariat. Berikut adalah beberapa dalil yang mendukung diperbolehkannya perayaan maulid Nabi:

  • Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW mengajak umat Islam untuk memperbanyak membaca sholawat, yang merupakan amalan yang diperintahkan langsung oleh Allah SWT. Dalam surah Al-Ahzab ayat 56, Allah SWT berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya.”

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya.”

  • Rasulullah SAW menunjukkan rasa syukurnya atas kelahirannya dengan cara berpuasa setiap hari Senin, yaitu hari di mana beliau dilahirkan.

“Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari Senin.” Rasulullah SAW menjawab: “Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (HR Muslim)

  • Peringatan maulid Nabi sejalan dengan anjuran dalam hadits Nabi yang mendorong umatnya untuk menciptakan hal-hal baru yang baik, selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebuah perkara baik maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikuti setelahnya, tanpa berkurang pahala mereka sedikit pun.” (HR Muslim)

Tujuan Maulid Nabi Muhammad SAW

Ada beberapa tujuan dalam acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini, menurut buku Kisah Maulid Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Abu Nur Ahmad al-Khafi Anwar bin Shabri Shaleh Anwar, berikut adalah tujuan dari Maulid Nabi Muhammad SAW:

  • Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW mengajak umat untuk memperbanyak membaca sholawat, yang merupakan amalan yang dianjurkan dalam surah Al Ahzab ayat 56.
  • Peringatan Maulid Nabi SAW merupakan bentuk ungkapan rasa bahagia dan penghormatan terhadap kehadiran beliau.
  • Memperkuat kembali rasa cinta kepada Rasulullah SAW. Ini merupakan hal penting bagi setiap mukmin, karena kecintaan kepada Nabi adalah bagian tak terpisahkan dari iman.

Kecintaan ini harus berada di atas segala hal, melebihi rasa cinta terhadap anak, istri, harta, bahkan diri sendiri, sebagai bukti dari keimanan yang sejati. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih ia cintai dari ayahnya, anaknya dan manusia seluruhnya.” (HR Bukhari)

  • Meneladani perilaku dan perbuatan mulia Rasulullah SAW.
  • Melestarikan ajaran dan misi perjuangan Rasulullah, dan juga para Nabi.

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan tradisi yang dilakukan oleh umat Islam sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan atas kelahiran Rasulullah SAW. Meskipun tidak dilakukan di masa Nabi, maulid tetap dipandang sebagai amalan baik yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Tradisi ini diyakini dapat membantu memperkuat kecintaan umat terhadap Rasulullah SAW, mendorong umat untuk membaca sholawat, serta mengingatkan kita akan pentingnya meneladani akhlak dan perjuangan Nabi. Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *