Tiada Hari Tanpa Kematian

Ketua PWI Bengkulu, Zacky Antony

Oleh
Zacky Antony

*CATAT:* 46.923 orang mati karena virus Corona. Angka yang setiap hari terus bertambah. Tak terhentikan. Tiada hari tanpa kematian. Itulah potret Indonesia dan dunia hari-hari ini. Sebulan berlalu sejak pertama kali diumumkan 2 orang positif Corona oleh Presiden Jokowi (2 Maret – 1 April), jumlah positif Corona melonjak hingga 1.677 kasus.

Kasus kematian kian mencemaskan. Belum genap sebulan sejak diumumkan pertamakali kasus kematian Corona di Indonesia (12 Maret – 1 April), angka kematian terus bertambah menjadi 157 orang. Dalam tempo 20 hari, 157 nyawa melayang. Bayangan hari-hari suram kedepan hinggap di pelupuk mata. Entah sampai kapan pandemik Corona ini berakhir. Tak ada yang persis tahu. Bisa sebulan lagi, dua bulan atau bahkan lebih lama.

Yang pasti, saat ini semua aktifitas distop. Para PNS bekerja dari rumah (work from home). Sekolah diliburkan. Kuliah tatap muka ditiadakan. Pusat perbelanjaan tutup. Pasar sepi. Kota lengang. Jalan-jalan mulai sepi. Penerbangan menyusut drastis. Pergerakan orang antar kota dibatasi. Pokoknya, ramai-ramai tinggal di rumah. Itulah hidup kita saat ini.

Ada pula yang secara guyon mengatakan bahwa keadaan saat ini seperti syair lagu Mbah Surip. “Bangun Tidur, Tidur Lagi. Bangun Lagi, Tidur Lagi. Banguuunnnn…. Tidur Lagi.” He he. Muncul pula plesetan; Hari pertama negatif corona. Hari ke-14 positif hamil. Waduuh.

Agenda-agenda besar juga ditunda atau dibatalkan termasuk Olimpiade Tokyo dan Pilkada serentak 2020. Kegiatan-kegiatan pemerintahan seperti proyek pengadaan barang dan jasa juga banyak dibatalkan. Anggarannya dialihkan untuk menghentikan corona. Sekarang semua fokus menghadapi corona.

Pesta pernikahan juga dilarang. Yang terlanjur merencanakan terpaksa ditunda. Bahkan ada pesta yang terpaksa dibubarkan polisi. Pembatasan kerumunan atau keramaian orang diyakini cara jitu memutus rantai penularan virus Corona.

Larangan keramaian telah menciptakan kesunyian. Namun dalam kesepian itu muncul kejernihan hati dan pikiran. Terkadang terlintas pula pertanyaan yang sifatnya filosofis, apa makna paling dalam di balik semua ini. Corona seolah ingin memberi pelajaran kepada umat manusia bahwa “Anda bukanlah siapa-siapa.” Jangankan untuk menghadapi zat Yang Maha Besar, menghadapi zat yang sangat kecil seperti corona saja, manusia tidak berdaya. Kematian di mana-mana. Bagaimana ketika engkau akan menghadapi zat Yang Maha Besar itu nanti?

*Luar Negeri Tak Terkendali*
Penyebaran virus secara global juga tidak terkendali. Bahkan cenderung gila-gilaan. Di Italia, misalnya, hanya tempo 24 jam, virus Corona bisa merenggut ratusan nyawa. Saat berita ini ditulis (2 April), Italia mencatat jumlah kematian tertinggi di dunia yaitu 13.155 orang. Padahal dua hari sebelumnya jumlah kematian di negeri Mussolini itu 11.591 orang. Artinya, hanya dalam tempo 2 hari, 1.564 orang mati di Italia. Jumlah ini diperkirakan terus bertambah sepanjang penularan virus belum terhentikan.

Kematian di Spanyol juga tak kalah mengerikan. Dalam tempo dua hari, sebanyak 1.671 orang mati akibat virus corona. Dua hari lalu, jumlah kematian di Spanyol 7.716 orang. Pada 2 April, jumlah orang mati sudah bertambah menjadi 9.87 orang.

Di AS lebih gila lagi. Hampir dua ribu orang mati hanya tempo dua hari. Saat ini di negeri Paman Sam tersebut virus corona telah merenggut 4.842 nyawa dari total 214.465 kasus positif. Dua hari lalu, jumlah kematian di AS 2.968 kematian.
Secara global, laju kematian akibat virus corona masih sangat tinggi. Jumlah kasus positif corona sedikit lagi mencapai angka 1 juta orang. Saat ini, positif corona di dunia mencapai 934.245 orang. Sebanyak 46.923 nyawa diantara telah melayang. Dua hari lalu, kematian corona secara global 37.578 kematian. Atau 9.345 kematian dalam tempo dua hari.
Inilah hari-hari di mana kematian menunggu antre.

Saat pertama kali merebak di Wuhan, Corona adalah bahan lelucon di Indonesia dan di banyak Negara. Ada yang tertawa. meledek, menyindir, memandang sinis, bahkan memandang sepele. Padahal memandang remeh adalah bentuk lain dari rasa tinggi hati. Dan itulah yang sedang disadari oleh masyarakat Italia, bahkan Eropa sekarang ini. Saat tiada hari tanpa kematian, barulah mereka tersadar, serangan virus ini lebih berbahaya dari serangan tempur. Di Indonesia, banyak juga yang baru tersadar belakangan. Saat virus sudah menyerang hampir seluruh provinsi di tanah air. Saat kasus kematian juga antre setiap hari.

Virus ini juga tidak pandang bulu, rakyat atau pejabat ikut terpapar. Sejumlah publik figur yang positif Corona adalah nama-nama beken seperti Pangeran Charles, PM Inggris Boris Jhonson, Wakil Presiden Iran Eshaq Jahangiri, Pelatihan Arsenal Mikel Arteta, Walikota Bogor Bima Arya, Menteri Perhubungungan Budi Karya Sumadi, Aktor Tom Hanks, Istri PM Kanada Shopie Trudeau.

*Dampak Ekonomi*
Dampak ekonomi dari pandemik corona begitu terasa. Terutama bagi masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Tidak bekerja sama artinya tidak makan. Lalu bagaimana dengan anak istri di rumah. Tagihan listrik? Bayar kontrakan rumah? Beli beras, gula, minyak dan kebutuhan pokok lainnya?

Pilihan tinggal dan berdiam diri di rumah memang terasa “menyiksa” bagi mereka yang bekerja seperti pedagang sayur, tukang ojek, tukang parkir, sopir angkot dll. Termasuk juga UMKM. Mereka paling rentan terkena dampak wabah ini. Karena itu, kebijakan pemerintah harus memberi perlindungan sosial ekonomi kepada mereka.

Sebagai kompensasi kebijakan stay at home, pemerintah menggratiskan tagihan listrik selama 3 bulan (April – Juni) untuk kelompok pelanggan 450 VA yang jumlahnya diklaim mencapai 24 juta. Sedangkan untuk kelompok pelanggan 900 VA dikenakan potongan tagihan 50 persen. Pemerintah sendiri seperti pidato Jokowi tanggal 31 Maret, telah menyiapkan dana Rp 405 triliun untuk skema melawan pademik Corona.

Opsi yang dipilih pemerintah bukan lockdown atau karantina wilayah, namun pemerintah memilih opsi dengan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar. Apapun statusnya, yang paling penting penyebaran virus ini segera dihentikan. Hanya itu yang bisa membuat kehidupan kembali normal. Semoga.

_*Penulis adalah wartawan senior yang juga Ketua PWI Provinsi Bengkulu*_

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *